Tuesday, November 17, 2015

Merancang Sebuah Riset

Riset adalah sebuah metode untuk mengumpulkan informasi penting yang dilakukan secara sistematis dan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Kegiatan pengumpulan informasi jika tidak sesuai dengan kaidah ilmiaah tidak dapat dikatakan sebagai riset. Seperti halnya wartawan yang sehari-hari mengumpulkan informasi dan fakta atas suatu kejadian tidak dapat kita katakan bahwa wartawan tersebut melakukan riset karena wartawan tersebut tidak mengikuti prosedur penelitian yang ilmiah. Dalam kaidah ilmiah, sebuah informasi haruslah berdasarkan fakta, valid, dapat diandalkan (reliable) dan mungkin dapat digeneralisasikan.

Memilih Pendekatan Riset : Kualitatif dan Kuantitatif

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai desain riset ada baiknya kita memahami terlebih dahulu berbagai pendekatan riset. Secara umum pendekatan riset (research approach) terdiri dari dua yaitu pendekatan riset kualitatif dan riset kuantitaif. Klasifikasi riset ini berdasarkan tujuan atau jenis data yang ingin diperoleh. Jika peneliti ingin mengeksplorasi suatu hal secara mendalam maka sebaiknya menggunakan pendekatan riset kualitatif. Namun jika peneliti ingin membuat sebuah kesimpulan atau memeriksa hubungan dari sebuah fenomena maka akan lebih “pasti” jika menggunakan pendekatan riset kuantitatif.
Pendekatan riset kualitatif biasanya dilakukan untuk menemukan suatu permasalahan. Misalnya, untuk menemukan kekurangan produk dibandingkan dengan produk dari kompetitor, maka peneliti perlu mengeksplor pendapat responden mengenai produk tersebut sehingga dapat memperoleh poin-poin dimana produk tersebut “kalah” bila dibandingkan dengan produk lain. Sebaliknya, jika perusahaan sudah mengetahui poin-poin kelemahan produk sendiri namun belum mengetahui bagaimana cara mengurangi efek negatif dari kelemahan tersebut peneliti dapat menggunakan metode riset kuantitatif.

Sumber data untuk pendekatan riset kualiatatif maupun riset kuantitatif sama-sama dapat berasal dari data primer maupun data sekunder. Pendekatan riset ini sebenanya lebih kepada bagaimana pengolahan data nantinya. Data primer untuk pendekatan riset kualitatif berasal dari hasil wawancara, diskusi kelompok kecil dan observasi. Sementara data sekunder dapat berasal dari kajian sejumlah literatur seperti artikel berita dan jurnal. Pada pendekatan kualitatif data-data tersebut kemudian dijabarkan sehingga menjadi sebuah informasi penting. Riset kualitatif jarang menggunakan angka-angka. Jika menggunakan angka biasanya hanya bersifat deskripsi saja.
Sama seperti riset kualitatif, data untuk pendekatan riset kuantitatif juga terdiri dari data primer dan data sekunder. Sumber data primer dapat berasal dari sensus, survey yang menggunakan kuesioner, mistery shopper, eksperimen, dan sebagainya. Sementara data sekunder dapat berasal dari data yang disediakan oleh lembaga sensus, laporan dari lembaga/ departemen pemerintahan dan swasta, data dari perusahaan riset lain, data dari penelitian sebelumnya, dan sebagainya. Data sekunder sendiri digunakan karena memiliki sejumlah keunggulan seperti: biaya murah, lebih hemat waktu dan tenaga, terkadang lebih akurat serta beberapa informasi hanya ada di data sekunder. Namun demikian, data sekunder juga memiliki sejumlah kekurangan, seperti: tidak aktual/ terkini, ditujukan untuk tujuan awal yang berbeda sehingga terkadang data tidak sesuai dengan kebutuhan dan memiliki pengawasan yang lebih lemah.

Mempersiapkan Sampel
Menentukan siapa yang akan menjadi sampel dan berapa jumlah yang akan digunakan dalam riset merupakan bagian yang sangat penting dalam membuat desain riset. Hal ini karena sampel tersebut adalah sumber dari informasi yang peneliti butuhkan. Jika peneliti memilih data yang salah otomatis data yang diperoleh menjadi tidak valid dan hanya akan mengarah kepada kesimpulan yang salah.



Pemilihan sampel dimulai dari mendefinisikan populasi penelitian. Setelah kita mendefinisikan populasi, kemudian kita menentukan besarnya sampel dan metode penarikan sampel tersebut.

1.    Mendefinisikan Populasi

Populasi adalah kumpulan individu yang dapat menyediakan data primer yang dibutuhkan dalam riset. Dalam membuat definisi siapa populasi dalam riset yang akan dilakukan, ada empat kriteria yang harus dipenuhi. Pertama, siapa yang menjadi satuan analisis dan satuan pengamatan. Satuan analisis adalah siapa yang dibandingkan, sementara satuan pengamatan adalah siapa yang menjadi responden/ siapa yang memiliki informasi, misalnya dalam penelitian kita ingin mengetahui perilaku konsumen pria usia 20 sampai 30 tahun. Satuan pengamatan ini yang akan menjadi dasar untuk screening nanti.

Kedua, tentukan satuan contohnya. Satuan contoh yaitu apa yang menjadi anggota dalam sampling frame – daftar seluruh anggota populasi yang berpeluang menjadi sampel. Misalnya, satuan pengamatan kita adalah laki-laki yang berusia 20 sampai 30 tahun, maka kita akan membutuhkan data mengenai rumah tangga (di lingkungan mana responden tersebut tinggal) untuk dapat mengetahui “posisi” dari responden tersebut. Ketiga, tanda apa saja yang digunakan untuk membatasi satuan contoh, misalnya sungai, jalan raya, dan lapangan adalah objek-objek yang biasa menjadi pembatas wilayah. Keempat, menentukan batasan waktu yang digunakan sebagai kisaran pengamatan. Misalnya, penelitian untuk melihat konsumsi rokok selama 3 bulan terakhir. Jika riset dilaksanakan pada bulan Juni 2013 maka batasan waktunya adalah konsumsi rokok bulan Maret 2013 hingga Juni 2013.


2.    Menentukan Kerangka Pengambilan sampel (sampling frame)

Setelah membuat definisi populasi yang akan diteliti maka langkah berikutnya adalah membuat kerangka pengambilan sampel. Kerangka sampel merupakan daftar seluruh anggota populasi sasaran dimana sampel akan diambil. Dalam membuat kerangka sampel peneliti tidak boleh sembarangan melainkan harus mengikuti sejumlah aturan. Kerangka sampel yang baik harus memenuhi sejumlah syarat diantaranya: meliputi seluruh objek, setiap objek hanya dihitung satu kali (tidak ada double counting), merupakan data terbaru, memiliki batas-batas yang jelas serta dapat dilacak.


3.    Menentukan Besarnya Sampel

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya survey merupakan metode riset yang menggunakan sebagian anggota populasi. Tidak semua anggota dalam kerangka sampel yang digunakan, hanya mereka yang paling mewakili populasi saja, sehingga jumlah sampel yang dipakai akan mempengaruhi tingkat validitas informasi yang diberikan. Jumlah sampel yang terlalu sedikit beresiko tidak dapat memberikan gambaran mengenai populasi, namun jika jumlahnya terlalu banyak akan membuat riset jadi tidak efisien. Berapa jumlah sampel yang seharusnya digunakan dalam riset adalah yang memiliki tingkat eror kecil dan sebaran datanya membentuk distribusi normal. Hingga saat ini memang belum ada aturan baku mengenai berapa seharusnya jumlah sampel yang digunakan dalam survei, namun para ahli sepakat jumlah sampel yang digunakan ditentukan oleh tingkat ketelitian data yang diinginkan, sifat analisis yang digunakan, tingkat homogenitas anggota populasi, dan ketersediaan biaya dan waktu. Jumlah sampel yang besar tentu akan memiliki tingkat ketelitian yang lebih besar, dapat digunakan untuk berbagai macam teknik analisis, namun akan membutuhkan biaya yang besar dan waktu pengumpulan data lebih lama.


Penentuan Jumlah Sampel Berdasarkan Tingkat Ketelitian Data yang Diinginkan

Tingkat ketelitian ini berhubungan dengan probabilitas dan eror. Sampel yang baik adalah yang memiliki tingkat eror yang kecil. Bila kita ingin percaya sebesar 95% bahwa nilai dugaan yang kita peroleh perbedaannya tidak melebihi nilai eror dari rataan populasi maka kita dapat memperkirakan besarnya sampel dengan menggunakan rumus:










Dimana Z adalah nilai yang diperoleh dari tabel distribusi Z. Jika kita menggunakan nilai eror atau alfa (α) sebesar 5% maka nilai Z yang digunakan adalah 1,96. σ2 adalah varians dari penelitian sebelumnya. Dengan sedikit memodifikasi rumus tersebut kita akan memperoleh rumus untuk memperoleh jumlah sampel sebanyak n.





Namun jika kita tidak mengetahui varians dari penelitian sebelumnya, misalnya karena penelitian tersebut baru kali ini dilakukan maka kita dapat menggunakan pendekatan proporsional untuk menghitung nilai n.

















Pada persamaan di atas P adalah proporsi yang digunakan. Untuk riset loyalitas pelanggan peneliti biasa menetapkan nilai P= 0,5 dengan asumsi bahwa setengah dari pelanggan sudah puas dan sebagian lagi masih belum puas.

Contoh:

Sebuah survei dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasaan konsumen produk sabun Lifebuoy. Pengambilan responden dilakukan secara acak dengan ketentuan tingkat kepercayaan sebesar 95% dan nilai sampling error tidak lebih dari 10%. Berdasarkan data sebelumnya, diduga bahwa proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi sabun Lifebuoy sebesar 70%. Maka banyaknya jumlah sampel yang harus diambil minimal:







Angka 1,96 merupakan nilai Z untuk CI= 95%, sementara 0,7 adalah proporsi rumah tangga yang diduga mengkonsumsi sabun Lifebuoy. Nilai ini diperoleh dari penelitian sebelumnya. Namun jika nilai tersebut tidak diketahui kita dapat menggunakan 0,5. Hasil dari persamaan tersebut diketahui bahwa peneliti membutuhkan setidaknya 81 sampel agar nilai eror minimal.


4.    Menentukan Teknik Pengambilan Sampel

Setelah peneliti menentukan siapa yang layak menjadi sampel dalam survei, langkah berikutnya adalah menentukan bagaimana cara mengambil sampel dari kerangka sampel. Setidaknya ada dua teknik pengambilan sampel, yaitu pengambilan sampel yang menggunakan probabilitas (probability sampling) dan teknik pengambilan sampel yang dilakukan tanpa perlu menghitung probabilitasnya dahulu (non-probability sampling).

Probability sampling mengasumsikan bahwa setiap individu yang berada dalam populasi sasaran memiliki peluang yang sama untuk terambil sebagai sampel. Setidaknya ada empat teknik pengambilan sampel berdasarkan peluang ini, yaitu: simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling dan systematic sampling.

Simple random sampling
Teknik pengambilan sampel secara acak dan sederhana ini mungkin yang paling sering digunakan karena teknik ini dianggap paling mudah dan efisien. Umumnya peneliti menggunakan teknik ini karena informasi yang dimiliki untuk mengidentifikasi sampel kurang lengkap, misalnya peneliti hanya mengetahui lokasi kota tempat populasi berada. Selain itu ketika akan menggunakan teknik ini kita harus menjamin bahwa tiga syarat terpenuhi. Pertama, jumlah anggota tidak terlalu besar. Kedua, seluruh anggota populasi telah terdaftar dalam kerangka sampel. Ketiga, kondisi populasi relatif homogen.

Teknik ini dilakukan dengan cara mengambil secara acak sampel dari kerangka sampel yang paling dasar, misalnya data mengenai rumah tangga yang lengkap hingga nomor rumah pun diketahui. Pengambilan sampel acak ini sangat mudah seperti mengambil sebuah bola dari dalam keranjang tanpa melihat bola tersebut. Kita dapat menggunakan program untuk mengacak nomor individu yang akan menjadi sampel.


Systematic random sampling

Teknik systematic random sampling  dilakukan dengan cara memilih satu sampel secara acak dan menarik contoh selanjutnya pada setiap jarak K dari satuan contoh yang ditarik sebelumnya. Nilai K diperoleh dari membagi besar populasi (N) dengan jumlah contoh yang akan diambil (n).






Prosedur umum melakukan teknik dimulai dengan menetapkan jumlah sampel (n) yang akan diambil. Setelah itu kita hitung interval pengambilan contoh (K). Pilih nomor responden dari kerangka sampel secara acak dimana nilai r adalah 1< r <K. Terakhir pilih anggota ke-r dari daftar kerangka sampel tersebut, kemudian lanjutkan pengambilan contoh dengan populasi dengan menggunakan interval sebesar K.

Stratified random sampling

Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan menyekat anggota populasi menjadi beberapa sub-populasi atau strata. Kemudian dari setiap strata tersebut ditarik sampel secara terpisah sehingga antar strata menjadi bebas stokastik. Tujuan dibentuknya strata ini adalah untuk meningkatkan ketepatan penduga parameter populasi dan menjamin bahwa sebagian populasi cukup memberikan gambaran keadaan yang sebenarnya dari populasi. Perlu diketahui oleh peneliti yang berniat menggunakan teknik bahwa keragaman strata harus lebih sedikit daripada keragaman populasi. Atau dengan kata lain anggota dalam satu strata cenderung homogen, sedangkan antar strata cenderung heterogen. Teknik ini baik digunakan jika biaya penarikan sampel antar strata berbeda dan peneliti ingin menduga parameter dari setiap strata tersebut.

Cluster random sampling

Dalam cluster random sampling unsur-unsur populasi dikelompokkan menurut letak yang berdekatan yang disebut cluster. Anggota dalam cluster yang sama cenderung heterogen, namun sebaliknya antar cluster cenderung mirip. Karakteristik ini bertolak belakang dari strata. Kemudian dari cluster tersebut dipilih sampel secara acak. Pemilihan atau pengambilan sampel ini ada dua cara: single step dan multi-stage. Cara pertama dilakukan jika seluruh anggota cluster dijadikan sampel. Namun, jika dari cluster  tersebut hanya diambil beberapa sampel secara acak maka kita menggunakan teknik kedua yaitu multi-stage cluster sampling.

Penggunaan teknik cluster random sampling biasa digunakan oleh perusahaan riset. Kita ambil contoh seorang peneliti ingin meneliti tingkat kepuasan pelanggan produk pengolahan air bersih. Survey tersebut dilakukan di Jakarta dengan jumlah sampel sebesar 125 rumah tangga. Karena Jakarta terdiri dari lima wilayah administrasi dan peneliti tersebut ingin mendapatkan sampel dari seluruh wilayah Jakarta maka setiap kotamadya di wilayah Jakara diambill sampel sebanyak 25 rumah tangga. Kemudian peneliti menentukan di kecamatan dan kelurahan mana sampel tersebut diambil. Misalnya, untuk wilayah Jakarta Selatan secara acak diperoleh kecamatan Pasar Minggu. Lalu peneliti membuat daftar seluruh kelurahan di wilayah Pasar Minggu tersebut dan secara acak pula terpilih kelurahan Jati Padang. Kelurahan Jati Padang ini yang disebut cluster. Dalam satu kelurahan tentu terdiri dari masyarakat dengan karakteristik yang beragam.

Convenience sampling

Teknik convenience sampling termasuk dalam kategori penarikan sampel tanpa peluang atau dikenal dengan non-probability sampling. Berbeda dengan empat teknik yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu simple random sampling,systematic random sampling, stratified dan cluster random sampling yang menggunakan peluang dalam mengambil sampel, non-probability mengambil sampel berdasarkan keputusan pribadi peneliti atau pewawancara di lapangan. Teknik penarikan sampel ini merupakan yang paling banyak digunakan peneliti untuk riset mall-intercept,  FGD, uji produk baru dan in-depth interview karena teknik ini paling mudah dilakukan dan efisien. Kelemahan utama teknik convenienve sampling adalah jika tidak ada sampel yang dapat mewakili populasi, maka tidak ada metode statistik yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan.

Selain teknik convenience sampling, ada dua teknik pengambilan sampel tanpa peluang lainnya yaitu judgemental sampling dan quota sampling.

Judgemental sampling
Teknik ini hampir sama dengan convenience sampling dimana sampel diambil berdasarkan penilaian peneliti atau pewawancara. Biasanya penilaian peneliti tersebut atas dasar pengalaman peneliti, dengan maksud hasil yang diperoleh akan menggambarkan populasi sasaran. Jika kita ingin menggunakan teknik ini maka kita harus memiliki landasan yang valid dan logis dalam memilih sampel.


Quota sampling

Dari tiga bentuk non-probability sampling, teknik quota sampling merupakan yang paling baik. Pada teknik ini peneliti harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemilihan sampel yang dilandaskan pada satu atau lebih karakterisik populasi, seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Langkah pertama dalam teknik ini yaitu dengan membuat proporsi untuk kuota. Misalnya, dalam suatu populasi yang terdiri 1000 orang  dimana 48% adalah laki-laki dan 52% perempuan, ingin diambil sampel sebanyak 100 orang. Maka, laki-laki yang dipilih menjadi sampel adalah sebanyak 48 orang dan untuk perempuan sebanyak 52 orang. Tujuan utama dari teknik ini adalah untuk mendapatkan sampel yang proporsional sehingga dapat memberikan gambaran kondisi populasi yang sebenarnya.

No comments:

Post a Comment